Wujudkan Indonesia Merdeka dari Hoax

 

Perkembangan arus informasi yang sedemikian cepat membawa pengaruh buruk berupa penyebaran informasi yang tak kredibel atau hoax. Pakar komunikasi massa Effendi Gazali menyebutnya sebagai gaya penjajahan baru di bidang teknologi dan budaya.

“Dulu kita melawan penjajahan Belanda dan bangsa-bangsa asing. Imperialisme secara fisik. Sekarang, (Indonesia dijajah) media sosial. Kita merayakan kebebasan bermedia tanpa etika. Tanpa memikirkan akibatnya. Itu adalah penjajahan baru. Imperialisme teknologi dan budaya,” terang Effendi usai menguji disertasi Drs. Suko Widodo, MA, Rabu (16/8).

Baca Juga : Mewujudkan ‘Kemerdekaan’ Pelayanan Kesehatan

Selain masalah hoaxEffendi menyebut permasalahan terbesar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah ketimpangan ekonomi. Data yang dirilis oleh lembaga-lembaga menyebutkan, harta empat orang terkaya di Indonesia setara dengan harta seratus juta orang miskin.

Ia mengatakan, ketimpangan ekonomi tersebut bukan saja akibat perekonomian saat ini melainkan juga warisan pemerintahan-pemerintahan masa lalu.

Menghadapi kondisi semacam itu, Effendi menghendaki agar segenap warga bisa melawan ketidakadilan ekonomi agar pemerataan kesejahteraan segera tercapai.

“Secara umum Pancasila dan UUD 1945 menginginkan kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia, kebangkitan ekonomi kita lawan ketidakadilan ekonomi. Kita bikin itu betul-betul merata semaksimal mungkin,” imbuhnya.

Permasalahan ketiga yang diungkapkan Effendi adalah ambang batas pemilihan presiden sebesar 20 persen.

“Sivitas akademika masih punya tugas untuk menyelesaikan presidential threshold (ambang batas pilpres) 20 persen. Belum ada negara di dunia yang punya presidential threshold jika pelaksanaan pemilunya serentak. Kita masih punya perjuangan untuk meletakkan ketatanegaraan. Suara di pemilu sebelumnya tidak boleh digunakan sembarangan pada pemilu sekarang dan lima tahun kemudian,” tegasnya.

Merespon terhadap banyaknya permasalahan yang diimiliki bangsa Indonesia, penggagas Republik Mimpi ini berharap agar para aktivis secara konsisten menyuarakan kritik-kritiknya pada pemerintah.

“Kita terlalu galak sebagai aktivis pada jaman SBY. Pak rektor, dekan, peneliti, dan mahasiswa, ayo kita suarakan kritik kita secara cerdas. Tidak boleh ada pemerintahan demokratis yang menutup diri pada kritik. Ayo kita sampaikan kritik yang cerdas dan sesuai dengan landasan UUD 1945 dan Pancasila,” ujar Effendi.

Sumber : http://news.unair.ac.id/2017/08/17/wujudkan-indonesia-merdeka-dari-hoax/

Fakultas Universitas Airlangga

  1. Fakultas Kedokteran
  2. Fakultas Kedokteran Gigi
  3. Fakultas Hukum
  4. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
  5. Fakultas Farmasi
  6. Fakultas Kedokteran Hewan
  7. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
  8. Fakultas Sains dan Teknologi
  9. Fakultas Kesehatan Masyarakat
  10. Fakultas Psikologi
  11. Fakultas Ilmu Budaya
  12. Fakultas Keperawatan
  13. Fakultas Perikanan dan Kelautan
  14. Fakultas Vokasi
  15. Sekolah Pasca Sarjana

Cari Artikel yang Sesuai dengan Penelitian Anda di :

http://repository.unair.ac.id/

Mewujudkan ‘Kemerdekaan’ Pelayanan Kesehatan

 

Kemerdekaan dimaknai luas oleh Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Prof. Dr. Soetojo, dr., Sp.U (K), menyeluruh di segala aspek kehidupan masyarakat. Seperti  merdeka dalam menyampaikan ide dan gagasan, merdeka dalam mengenyam pendidikan, hingga merdeka dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas.

“Dengan catatan, kemerdekaan ini tetap berada di dalam koridor aturan  moral agama, Undang-Undang Dasar 1945, dan Pancasila sebagai dasar negara,” ungkapnya.

Dalam aspek pendidikan, Soetojo menilai saat ini semakin terbuka luas kesempatan bagi siapa saja untuk mengenyam pendidikan sampai ke perguruan tinggi, seperti halnya program bantuan pendidikan Bidikmisi yang berhasil memberikan peluang bagi siapa saja untuk dapat menikmati bangu perkuliahan. Sehingga tak ada lagi yang namanya diskriminasi antara si kaya dengan si miskin, si anak kota dan si anak desa.

Melalui Bidikmisi, Soetojo berharap, program ini tidak hanya untuk jenjang mahasiswa saja, sebisa mungkin program tersebut juga dialokasikan untuk jenjang pendidikan SD sampai SMA.

“Kita berharap makin lama biaya pendidikan bisa semakin murah. Untuk itu pemerintah perlu meningkatkan anggaran pendidikan,” ungkapnya.

Menilik pada permasalahan distribusi tenaga medis yang belum merata di tanah air, Soetojo menilai, memerdekan masyarakat dalam mendapakan pelayanan kesehatan yang berkualitas sangat perlu diperjuangkan. Khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah perifer atau daerah terpencil. Untuk itu perlu dukungan penuh dari pemerintah agar dapat terwujud pelayanan kesehatan yang terjangkau dan menyeluruh untuk masyarakat di manapun tanpa diskriminasi.

“Pemerintah perlu mempertimbangkan aspek keamanan, kesejahteraan, serta ketersediaan fasilitas kesehatan. Dengan begitu akan mempermudah para tenaga medis dalam memberikan   pelayanan kesehatan,” ungkapnya.

Selain aspek kuratif, hal yang tak kalah penting menurutnya adalah menggalakkan sosialisasi program preventif atau pencegahan penyakit. Program ini harus disosalisasikan secara masif  kepada masyarakat. Sebab, program pencegahan dinilai lebih efektif dalam menekan angka kejadian suatu penyakit.

“Terapi adalah tindakan terakhir kalau orang sudah terlanjur sakit parah. Yang lebih penting saat ini adalah bagaimana supaya bisa mencegah agar masyarakat tidak sampai sakit. Tentunya dengan menanamkan kewaspadaan sejak dini,” ungkapnya.

Agar pola kewaspadaan benar-benar bisa dimiliki masyarakat, tentu dokter memerlukan kerjasama dengan pihak tenaga kesehatan puskesmas maupun pera aktif para kader kesehatan. Untuk menjamin keberlanjutan program tersebut, perlu dukungan penuh dari pemerintah.

“Kemerdekaan adalah momentum perjuangan bersama. Dan merdeka yang kita rasakan sekarang tidak lepas dari jasa para pahlawan. Sepatutnya semangat perjuangan mereka dapat menginspirasi  generasi penerus bangsa,” tutupnya.
Sumber : http://news.unair.ac.id/2017/08/17/mewujudkan-kemerdekaan-pelayanan-kesehatan/

Fakultas Universitas Airlangga

  1. Fakultas Kedokteran
  2. Fakultas Kedokteran Gigi
  3. Fakultas Hukum
  4. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
  5. Fakultas Farmasi
  6. Fakultas Kedokteran Hewan
  7. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
  8. Fakultas Sains dan Teknologi
  9. Fakultas Kesehatan Masyarakat
  10. Fakultas Psikologi
  11. Fakultas Ilmu Budaya
  12. Fakultas Keperawatan
  13. Fakultas Perikanan dan Kelautan
  14. Fakultas Vokasi
  15. Sekolah Pasca Sarjana

Cari Artikel yang Sesuai dengan Penelitian Anda di :

http://repository.unair.ac.id/

Berikanlah Hak Anak untuk Hidup Sehat dengan Vaksinasi

 
Keberhasilan pembangunan menjadi tantangan pasca kemerdekaan. Sedangkan, keberhasilan pembangunan ditentukan oleh kualitas kesehatan warga negara. Untuk itulah, hak warga untuk hidup sehat wajib dipenuhi. Salah satunya dengan menghambat datangnya penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan vaksinasi.

Menurut Nur Hasmadiar, mahasiswa S-2 Administrasi Kebijakan Kesehatan, warga Indonesia belum sepenuhnya menyadari tentang pentingnya vaksinasi. Keadaan ini diperparah dengan sebaran informasi di media sosial yang tak didukung fakta saintifik. Padahal, sejumlah penyakit seperti polio, campak, dan hepatitis bisa dicegah dengan vaksinasi.

Baca Juga : Merdeka Berarti Mampu Hidup Mandiri

“Yang jadi isu sekarang kan tentang vaksinasi. Banyak yang menolak karena katanya haram dan alasan-alasan lainnya yang nggak masuk akal sampai yang berbau mistis. Padahal imunisasi kan hak anak dan wajib diberikan. Itu sudah terbukti halal dan negara-negara agamis lainnya juga mewajibkan masyarakat untuk divaksin,” tegas Diar sapaan akrabnya.

Vaksinasi berfungsi untuk mengebalkan tubuh terhadap virus tertentu. Bila tubuh seseorang pernah divaksin untuk penyakit polio, maka sistem tubuh akan memiliki kekebalan untuk menahan serangan virus polio.

Selain itu, vaksinasi juga diberikan untuk mencegah penyakit-penyakit yang dianggap berbahaya. Indikatornya, penyakit tersebut jika menyerang tubuh, risiko terburuknya akan mengakibatkan kecacatan bahkan meninggal dunia.

“Di era BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan, negara berpotensi merugi karena mengeluarkan banyak biaya untuk meng-cover (menutup) pengeluaran untuk pengobatan penyakit tersebut. Padahal, sudah jelas biaya vaksinasi jauh lebih murah daripada pengobatannya,” pungkas mahasiswa yang berkolaborasi riset dengan akademisi di Brunei Darussalam.

Lalu, apa solusinya? Diar mengatakan, Indonesia harus meningkatkan jumlah penduduk yang melek literasi ilmiah. Melek informasi bisa dimulai dari diri sendiri, mahasiswa UNAIR, dan orang-orang terdekat.

“Jangan mudah terbawa suasana. Kita harus sebisa mungkin meredam suasana kalau terjadi masalah di lingkungan sekitar,” ungkapnya.

Pada peringatan 72 tahun Indonesia merdeka, Diar lantas berharap agar kemakmuran rakyat tercapai dengan pemerataan pelayanan kesehatan hingga ke wilayah terluar.
Sumber : http://news.unair.ac.id/2017/08/15/berikanlah-hak-anak-untuk-hidup-sehat-dengan-vaksinasi/

Fakultas Universitas Airlangga

  1. Fakultas Kedokteran
  2. Fakultas Kedokteran Gigi
  3. Fakultas Hukum
  4. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
  5. Fakultas Farmasi
  6. Fakultas Kedokteran Hewan
  7. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
  8. Fakultas Sains dan Teknologi
  9. Fakultas Kesehatan Masyarakat
  10. Fakultas Psikologi
  11. Fakultas Ilmu Budaya
  12. Fakultas Keperawatan
  13. Fakultas Perikanan dan Kelautan
  14. Fakultas Vokasi
  15. Sekolah Pasca Sarjana

Cari Artikel yang Sesuai dengan Penelitian Anda di :

http://repository.unair.ac.id/

Merdeka Berarti Mampu Hidup Mandiri

 

Hari Kemerdekaan menjadi momen penting bagi sejarah Indonesia. Maka, dalam perayaan kemerdekaan, setiap warga berhak untuk terbebas dari paksaan ataupun tekanan orang-orang sekitar.

Itulah yang diungkapkan oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPMUniversitas Airlangga, Bayu Ari Eka. Merdeka dari paksaan berarti setiap warga negara Indonesia harus dapat mandiri tanpa terkurung dari sesuatu yang mengikat.

Ketika seseorang terikat oleh sesuatu yang dipaksakan, menurut Bayu, hal itu belum dapat dikatakan sebagai kemerdekaan. Oleh karena itu, dirinya mengimbau agar warga negara berekspresi tanpa adanya paksaan dari pihak lain.

Sebagai mahasiswa Fakultas Hukum, Bayu melihat bahwa masalah penting yang seharusnya segera diselesaikan adalah ketegasan hukum mengenai penyebaran informasi yang tidak kredibel.

“Munculnya berbagai berita hoax dapat dimaknai bahwa belum adanya penguatan terhadap UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) sehingga membuat masyarakat tidak bertanggung jawab terhadap penyebaran info-info yang tidak benar,” tutur Bayu.

Mewujudkan penegakan hukum demikian memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Tentu saja ada kendala-kendala yang akan timbul. Namun, kendala tersebut hendaknya dijadikan tantangan untuk menegakkan hukum di Indonesia.

Bayu yang bercita-cita sebagai pakar hukum menambahkan, bahwa peran yang dapat dilakukan oleh ia nantinya adalah mengubah sejumlah regulasi yang sudah tidak relevan dengan kehidupan di Indonesia.

“Meskipun saya tahu bahwa itu nggak mudah tapi saya tetap semangat mencoba,” tegas mahasiswa FH itu.
Sumber : http://news.unair.ac.id/2017/08/15/merdeka-berarti-mampu-hidup-mandiri/

Fakultas Universitas Airlangga

  1. Fakultas Kedokteran
  2. Fakultas Kedokteran Gigi
  3. Fakultas Hukum
  4. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
  5. Fakultas Farmasi
  6. Fakultas Kedokteran Hewan
  7. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
  8. Fakultas Sains dan Teknologi
  9. Fakultas Kesehatan Masyarakat
  10. Fakultas Psikologi
  11. Fakultas Ilmu Budaya
  12. Fakultas Keperawatan
  13. Fakultas Perikanan dan Kelautan
  14. Fakultas Vokasi
  15. Sekolah Pasca Sarjana

Cari Artikel yang Sesuai dengan Penelitian Anda di :

http://repository.unair.ac.id/

Membendung Radikalisasi di Kampus, Mencegah Bibit Terorisme

 

PADA tahun 2011, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menerbitkan sebuah laporan yang cukup mencengangkan. Dalam laporan itu disebutkan telah terjadi peningkatan paham radikalisme di lima kampus besar di Indonesia, yakni UGM, UI, IPB, Undip, dan UNAIR. Studi yang lebih baru pada tahun 2013 yang dilakukan Maarif Institute, yang rupanya mengonfirmasi hasil penelitian LIPI, menunjukkan bahwa ekspansi gerakan Negara Islam Indonesia (NII) –suatu gerakan radikal atas nama Islam yang menolak NKRI– terjadi akibat meluasnya paham radikalisme di kampus.

Baca Juga : Budi Pekerti, Nusantara, dan Pramuka

Hasil penyelidikan terhadap aksi teror di Jakarta pada awal 2016 lalu semakin menegaskan betapa kampus menjadi “ladang subur” bagi merebaknya pemahaman radikal yang kemudian menghasilkan bibit teroris. Otak aksi tersebut, Bahrun Naim, adalah seorang pemuda yang mulai melibatkan diri dalam gerakan radikal sejak ia kuliah di Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pemahaman radikal yang telah tertanam kuat dalam dirinya membuatnya melakukan tindakan lebih berani dengan bergabung pada organisasi terorisme internasional. Lagi-lagi lingkungan kampus terindikasi menjadi tempat strategis bagi kelompok-kelompok radikal untuk mengekspansi ide dan memobilisasi calon teroris baru.

Berawal dari Radikalisme

Pada dasarnya sebuah tindakan yang secara nyata dilakukan oleh manusia adalah hasil refleksinya atas ideologi yang terdapat dalam dirinya. Ideologi, dengan demikian memainkan peranan penting sebagai akar sekaligus pengendali tindakan manusia, terlepas tindakan itu bernilai positif atau tidak. Proposisi tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa tindakan atau aksi teror dapat terjadi. Atau, dalam skala yang lebih mikro, mengapa seseorang atau golongan tertentu melakukan aksi teror yang notabene berlawanan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan?

Dalam sebuah paparannya, Fanani (2013) menyatakan radikalisme adalah satu tahapan sebelum terorisme. Sebagaimana Rizal Sukma (2004) juga menyebut radicalism is only one step short terrorism. Sekalipun keduanya tampak sama, namun keduanya memiliki definisi dan kedudukan berbeda.

Maarif (2002) menjelaskan bahwa radikalisme lebih menunjukkan pada cara pengungkapan keberagamaan seseorang atau kelompok yang didominasi oleh cara pandang sempit serta menempatkan dirinya dalam posisi lebih benar dari kelompok lain. Sedangkan terorisme adalah tindakan kriminal yang didasarkan atas pemahaman radikal. Pemahaman radikal tidak selalu menghasilkan aksi terorisme, tetapi aksi terorisme selalu berakar dari pemahaman atau ideologi radikal.

Untuk menghancurkan benih-benih aksi terorisme, maka yang harus dilakukan mula-mula adalah membendung paham radikalisme. Terorisme akan tetap tumbuh subur manakala radikalisme tidak dibendung dan terus melebarkan sayap ke banyak orang untuk memobilisasi calon-calon teroris baru. Ketika paham radikalisme menyusut, maka besar kemungkinan aksi-aksi teror tidak akan ada lagi, karena akar pemahamannya telah menjauh – jika tidak disebut sirna. Dari sinilah tugas pemberantasan terorisme itu harus dimulai.

 Mencegah Kampus dari Radikalisme

Kampus menjadi lingkungan yang menjanjikan bagi pengusung paham radikal. Mereka membidik para mahasiswa yang secara psikologis masih dalam proses pencarian jati diri. Dalam banyak kasus, pegiat paham radikal membidik mahasiswa yang “polos”, artinya yang tidak memiliki latar belakang keagamaan kuat. Kepolosan mahasiswa ini dimanfaatkan oleh pengusung paham radikal dengan memberikan doktrinasi keagamaan yang monolitik, kaku, dan jauh dari kontekstualisasi. Pada proses inilah radikalisme ditanamkan dan disebarluaskan melalui sistem kaderisasi yang ketat dan cenderung tertutup.

Dari gambaran proses kaderisasi yang dilakukan oleh kelompok radikal keagamaan yang membidik mahasiswa “polos” sebagai generasi penerusnya dan dilakukan tertutup, maka kita dapat mengambil kesimpulan.

Pertama, mahasiswa yang tidak memiliki latar belakang keagamaan yang kuat justru merekalah yang memiliki semangat belajar keagamaan yang cukup tinggi. Ironisnya, semangat tersebut justru ditangkap oleh kelompok radikal, sehingga mahasiswa mudah terdoktrinasi dan terjebak dalam ajaran radikal. Kedua, pola tertutup dalam kaderisasi paham radikal menjadi titik penting proses doktrinasi paham radikal itu sendiri, dimana semakin eksklusif suatu perkaderan maka radikalisasi semakin tidak terbendung.

Karenanya, upaya yang efektif untuk mencegah kampus dari radikalisasi adalah dengan melakukan strategi yang berlawan dari dua kesimpulan penting di atas. Pertama, kampus harus memberikan fasilitas belajar keagamaan yang proporsional kepada mahasiswa, terutama untuk menampung mereka yang sesungguhnya memiliki semangat belajar agama cukup tinggi, sekalipun tidak memiliki latar belakang keagamaan yang kental. Sehingga mereka tidak belajar agama kepada kelompok radikal dan eksklusif yang berbahaya.

Kedua, kampus secara berkala harus mengupayakan penyebaran ajaran keagamaan dengan suasana terbuka dan menekankan moderatisme. Selain mampu membendung radikalisasi dan mencegah bibit teroris, kedua upaya itu bisa menjadi strategi jitu untuk membangun moralitas mahasiswa yang seimbang dengan keunggulannya secara akademik (excellence with  morality).

Sumber : http://news.unair.ac.id/2016/07/29/membendung-radikalisasi-kampus-mencegah-bibit-terorisme/

Fakultas Universitas Airlangga

  1. Fakultas Kedokteran
  2. Fakultas Kedokteran Gigi
  3. Fakultas Hukum
  4. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
  5. Fakultas Farmasi
  6. Fakultas Kedokteran Hewan
  7. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
  8. Fakultas Sains dan Teknologi
  9. Fakultas Kesehatan Masyarakat
  10. Fakultas Psikologi
  11. Fakultas Ilmu Budaya
  12. Fakultas Keperawatan
  13. Fakultas Perikanan dan Kelautan
  14. Fakultas Vokasi
  15. Sekolah Pasca Sarjana

Cari Artikel yang Sesuai dengan Penelitian Anda di :

http://repository.unair.ac.id/

Budi Pekerti, Nusantara, dan Pramuka

 

Secara etimologi, budi pekerti terdiri atas dua unsur kata: budi dan pekerti. Budi dalam bahasa Sanskerta berarti kesadaran, pikiran, dan kecerdasan. Kata pekerti berarti aktualisasi, penampilan, pelaksanaan, atau perilaku

Dengan demikian budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berperilaku. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkah laku, perangai, akhlak dan watak. Kemudian dalam bahasa Arab, budi pekerti disebut dengan akhlak. Lalu dalam kosa kata latin dikenal dengan istilah etika, dan dalam bahasa Inggris disebut ethics.

Budi pekerti adalah induk dari segala etika: tata krama, tata susila, perilaku baik dalam pergaulan, pekerjaan, dan kehidupan sehari-hari. Budi pekerti dapat dibangun melalui beragam cara. Salah satunya lewat instrumen pendidikan. Mengingat budi pekerti adalah salah satu produk dari pendidikan karakter yang menjadi tema utama dalam dunia pendidikan, hingga dalam wacana berbangsa dan bernegara.

Apabila dirunut lebih dalam, antara moral dan karakter, keduanya tidak bisa dipisahkan. Karakter merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral (Jack Corley dan Thomas Philip. 2000). Atau dengan kata lain karakter adalah kualitas moral sesorang.

Pendidikan karakter menjadi penting dan strategis dalam membangun bangsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, moral, watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan, dan menjadi manusia seutuhnya yang memiliki karakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa.

Ketiga substansi psikologis tersebut bermuara pada kehidupan moral dan kematangan moral individu. Upaya membangun karakter bangsa itu sebenarnya sudah dicanangkan sejak awal kemerdekaan. Soekarno sebagai salah satu pendiri bangsa telah menegaskan pentingnya itu, yang kemudian dikenal sebagai nation and character  building.

Sejarah yang Panjang

Indonesia merupakan sebuah wilayah kepulauan yang terkenal dengan adat ketimuran sejak masih bernama nusantara. Kerendahan hati dan budi pekerti yang luhur seolah-olah menjadi branding nusantara sejak abad para raja-raja. Baik kerajaan Hindu, Budha, hingga Islam yang telah merangsak ke Pulau Jawa. Fakta di lapangan membuktikan kehalusan budi pekerti pendahulu kita itu. Ketika toleransi belum dikenal, namun ruhnya telah ditanam di dalam asimilasi dan akulturasi budaya, baik budaya baru dengan budaya lama.

Tak berhenti sampai disitu. Di zaman pergolakan dan penjajahan Belanda sampai Jepang, warga nusantara senantiasa memiliki budi pekerti yang luhur. Walaupun mereka dijajah oleh orang-orang yang berasal dari antah-berantah, diperbudak zaman, mereka tetap tunduk patuh kepada penguasa. Sungguh, kerendahan hati yang tulus memancar dari setiap pribumi nusantara. Eksplorasi kekayaan budi pekerti yang telah diwariskan secara turun temurun berada pada puncaknya ketika bangsa ini menata diri untuk menjadi bangsa yang merdeka dari kungkungan bangsa penjajah.

Menuju menjadi bangsa yang luhur memang diperlukan sebuah falsafah dan ideologi bangsa yang mampu merepresentasikan sikap dan keteguhan bangsa Indonesia dalam menghadapi cita-cita, sekaligus menahan derasnya arus zaman. Lewat sebuah kelompok bernama PPKI, tiga orang berpikir keras sekaligus berpikir cerdas mewakili aspirasi seluruh pribumi bangsanya untuk merumuskan sebuah ideologi bangsa. Lewat buah pemikiran Soekarno, M Yamin, dan Soepomo terbentuklah Lima Sila yang kita kenal dengan Pancasila sebagai dasar acuan berbangsa dan bernegara kita, hingga detik ini!

Pancasila adalah sebuah prasasti peradaban bangsa Indonesia sebagai saksi sekaligus bukti bahwa bangsa ini, yang dulu terkenal di seantero dunia dengan nama Nusantara memiliki kekayaan budaya, berbudi pekerti luhur, dan memiliki nilai-nilai kehidupan yang terlalu sempit apabila hanya diwakili oleh lima buah statemen yang melekat di Pancasila.

Itulah mengapa, Nugroho Notosusanto menyimpulkan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber, kekayaannya terlalu dalam apabila tidak dieksplorasi, dipelajari, dan diamalkan. Itulah mengapa, Pancasila mampu tetap eksis di tengah dikotomi global saat ini.

Pramuka dan Budi Pekerti

Lantas, kepramukaan adalah proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan beranekaragam. Dilakukan di alam terbuka dengan prinsip dasar dan metode kepramukaan yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak dan budi pekerti luhur. Budi pekerti juga dapat menjadi dasar atau pilar utama dalam membangun kebersamaan, kesetaraan, dan persamaan hak dalam kehidupan sehari-hari dan bermasyarakat.

Sempat terlintas di benak saya, mengapa budi pekerti tidak dimasukkan dalam Dasa Dharma dan Tri Satya Pramuka? Sebenarnya, Dasa Dharma dan Tri Satya yang menjadi sumpah setia seorang pramuka, merupakan esensi yang bermuara kepada budi pekerti.

Inilah sebuah pertanda bahwa budi pekerti dalam pramuka apabila diibaratkan layaknya dua buah sisi mata uang yang tak akan pernah bisa dipisahkan. Seperti halnya Pancasila, budi pekerti dalam pramuka selain sebagai ujung tombak pembangun bangsa yang berbudi pekerti luhur, juga untuk digali dan dipelajari nilai-nilai luhur bangsa ini yang telah menjadi ruh gerakan pramuka Indonesia.

Sumber : http://news.unair.ac.id/2017/05/22/budi-pekerti-nusantara-dan-pramuka/

Fakultas Universitas Airlangga

  1. Fakultas Kedokteran
  2. Fakultas Kedokteran Gigi
  3. Fakultas Hukum
  4. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
  5. Fakultas Farmasi
  6. Fakultas Kedokteran Hewan
  7. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
  8. Fakultas Sains dan Teknologi
  9. Fakultas Kesehatan Masyarakat
  10. Fakultas Psikologi
  11. Fakultas Ilmu Budaya
  12. Fakultas Keperawatan
  13. Fakultas Perikanan dan Kelautan
  14. Fakultas Vokasi
  15. Sekolah Pasca Sarjana

Cari Artikel yang Sesuai dengan Penelitian Anda di :

http://repository.unair.ac.id/

Konsulat Jenderal Jepang Ajak UNAIR Bangun Kerjasama

 

Dalam kunjungan ke Universitas Airlangga, Masaki Tani selaku Konsul Jepang menyampaikan keinginannya untuk membangun kerjasama bidang akademik, khususnya di Surabaya. Sebagai universitas terkemuka di Indonesia, keinginan ini menjadi motivasi UNAIR untuk bisa membangun hubungan lebih intens lagi dengan Konsulat Jenderal Jepang RI.

“UNAIR telah dikenal memiliki fakultas kedokteran terbaik, bidang yang paling potensial untuk bisa dijalin kerjasama. UNAIR mewakili akademik dalam membangun kerjasama segitiga antara industri, akademik dan pemerintah,” ujar Masaki dalam kunjungannya, Selasa (8/8).

Baca Juga : Menteri Susi ‘Titipkan’ Laut Indonesia kepada Para Ahli

Menurutnya, Surabaya menjadi pintu masuk untuk Indonesia wilayah timur sebagai universitas yang memiliki peran dalam membangkitkan ekonomi. Hal ini yang harus direspon untuk bisa bersaing dalam persaing global.

“Ini yang mendorong pemerintah Jepang berkinginan untuk membangun relasi dengan Indonesia, khususnya UNAIR,” tambahnya.

Direktur Airlangga Global Engagement (AGE) UNAIR yang menanganai kerjasama luar negeri Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si menyambut hangat kedatangan konsul Jepang beserta rekannya Kashiwabara Keigo selaku Consul for Education. Hingga saat ini, hubungan UNAIR dengan pemerintah Jepang telah teralin lama, terlebih dengan Kobe University selama 21 tahun.

Dari 20 universitas yang telah berkerjasama dengan UNAIR, ada tujuh universitas yang masih aktif bekerjasama. Diantara universitas itu adalah Kobe University, Hiroshima University, Osaka University, Kagoshima University, Tohoku University, Nagasaki University, Kumamoto University, dan Keio University.

“Ke depan, UNAIR akan mengembangkan triple helix antara pemerintah Jepang dan UNAIR,” ucap Guru Besar Biokimia Fakultas Sains dan Teknologi UNAIR itu.

Kerjasama ini diharapkan dapat membantu muwujudkan visi-misi UNAIR dalam mewujudkan Tri Darma Perguruan Tinggi. Sementara itu, salah satu kontibusi Jepang dalam mewujudkan itu adalah sumbangan pembangunan gedung Tropical Desease Center (TDC).

“Banyak keterlibatan peneliti Jepang. Hingga kini telah memproduksi publikasi cukup banyak. Semoga akan ada kerjasama yang dapat memujudkan capaian dalam membantu intersionalisasi universitas,” pungkas Nyoman.

Sumber : http://news.unair.ac.id/2017/08/10/konsulat-jepang-ajak-unair-bangun-triple-helix/

Fakultas Universitas Airlangga

  1. Fakultas Kedokteran
  2. Fakultas Kedokteran Gigi
  3. Fakultas Hukum
  4. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
  5. Fakultas Farmasi
  6. Fakultas Kedokteran Hewan
  7. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
  8. Fakultas Sains dan Teknologi
  9. Fakultas Kesehatan Masyarakat
  10. Fakultas Psikologi
  11. Fakultas Ilmu Budaya
  12. Fakultas Keperawatan
  13. Fakultas Perikanan dan Kelautan
  14. Fakultas Vokasi
  15. Sekolah Pasca Sarjana

Cari Artikel yang Sesuai dengan Penelitian Anda di :

http://repository.unair.ac.id/

Menteri Susi ‘Titipkan’ Laut Indonesia kepada Para Ahli

 

Ratusan orang yang terdiri dari para akademisi, praktisi, mahasiswa, dan pengamat kemaritiman memadati Aula Fadjar Notonegoro, lantai 2, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga Jumat pagi (11/8). Mereka datang untuk menghadiri Orasi Ilmiah dan Talkshow bertajuk “Pembangunan Ekonomi Maritim” yang disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Susi Pudjiastuti merupakan bagian dari helatan acara Dies Natalis ke-56 fakultas tersebut.

Dalam sambutannya, Rektor UNAIR Prof. Dr. Mohammad Nasih, S.E., M.T., Ak, CMA., berharap agar pemerintah, pelaku usaha dan akademisi dapat memformulasikan pembangunan ekonomi maritim yang mampu memberikan kesejahteraan bagi semua.

“Saya berharap agar pelaku usaha kemaritiman nanti bisa sejahtera seperti bu Susi. Dalam kuliah perekonomian kali ini, saya berharap agar Bu Susi juga bisa memberikan ide-ide kepada kami dalam hal pembangunan ekonomi kemaritiman,” tutur Nasih.

Usai sambutan, Nasih langsung memandu jalannya diskusi antara Susi dan peserta.

Dalam kesempatan itu, Susi menyebut bahwa Indonesia memiliki potensi kemaritiman yang besar namun belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu penyebabnya adalah pencurian sumber daya kelautan oleh nelayan-nelayan asing.

Ketika diberi amanah oleh Presiden RI Joko Widodo sebagai menteri, ia  bersama anak buahnya mencari regulasi yang mampu memotong rantai pencurian dengan cara menenggelamkan kapal-kapal asing.

“Kapal-kapal asing itu banyak yang melakukan transhipment di laut. Saya bilang kepada para duta besar agar kapal-kapal tersebut harus ke port. Masuk ke pelabuhan. Kalau tidak, saya tenggelamkan,” tegas Susi.

Susi menerangkan, penangkapan ikan oleh kapal-kapal asing sangat asimetris dengan kapabilitas peralatan tangkap ikan yang dimiliki kapal-kapal Indonesia. Ia mencontohkan, alat tangkap ikan berupa jejaring minimal berukuran 50 meter. Sedangkan, ribuan kapal asing secara ilegal setiap hari memasuki perairan Indonesia.

“Moratorium (investasi penangkapan ikan oleh asing) saya berlakukan selama enam bulan. Setelah itu saya perpanjang lagi. Kemudian saya bikin permen (peraturan menteri),” imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Susi berpesan agar sivitas akademika UNAIR mampu menjadi garda terdepan dalam menjaga laut Indonesia.

“Orang-orang dengan pendidikan lebih tinggi dan memiliki kewenangan mempunyai tanggung jawab untuk menjaga laut Indonesia. Melalui forum diskusi ini, saya titipkan pengelolaan laut ini kepada Anda semua,” pesan Susi.

Selain diskusi, Menteri Susi dan Rektor UNAIR menandatangani kerjasama Tri Dharma Perguruan Tinggi Bidang Perikanan dan Kelautan.

Sumber : http://news.unair.ac.id/2017/08/11/menteri-susi-titipkan-laut-indonesia-kepada-para-ahli/

Fakultas Universitas Airlangga

  1. Fakultas Kedokteran
  2. Fakultas Kedokteran Gigi
  3. Fakultas Hukum
  4. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
  5. Fakultas Farmasi
  6. Fakultas Kedokteran Hewan
  7. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
  8. Fakultas Sains dan Teknologi
  9. Fakultas Kesehatan Masyarakat
  10. Fakultas Psikologi
  11. Fakultas Ilmu Budaya
  12. Fakultas Keperawatan
  13. Fakultas Perikanan dan Kelautan
  14. Fakultas Vokasi
  15. Sekolah Pasca Sarjana

Cari Artikel yang Sesuai dengan Penelitian Anda di :

http://repository.unair.ac.id/

Dukungan Emosional Diperlukan untuk Atasi Depresi

 

Popularitas dan pengaruh media sosial berpotensi dalam mempengaruhi tekanan batin individu. Seorang pesohor yang tak dapat mengendalikan diri terhadap caci maki haters yang bejibun di media sosial dikhawatirkan mengalami depresi dan berujung bunuh diri.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh dokter spesialis kejiwaan Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS UNAIR) Andini Dyah Sitawati. Dokter Sita mengatakan, popularitas pesohor memunculkan kalangan penggemar (fans) dan pembenci (haters). Sisi buruknya, jika sang selebritis tak mampu mengendalikan emosi dalam menyikapi haters, ia akan mengalami depresi.

Baca Juga : Cermat Gunakan Antibiotik Hindari Resistensi Bakteri

“Kalau sekarang kan zaman medsos (media sosial) ya. Seorang artis tidak bisa lepas dari perhatian para fans dan hater-nya. Sekecil apapun hal yang dilakukan oleh artis, termasuk pakaian akan dibicarakan oleh kedua kelompok ini. Jika artis tidak bisa menyikapi haters, maka mereka bisa mengalami depresi,” tutur dokter Sita.

Pengajar psikiatri Fakultas Kedokteran UNAIR menuturkan, orang yang mengalami depresi sebenarnya juga merasa ragu-ragu untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Namun, karena mereka tidak kunjung mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat, maka percobaan mengakhiri hidup menjadi pilihan.

Alkohol dan obat-obatan terlarang juga bisa menjadi faktor pemicu. Sebab, biasanya peminum alkohol dan pengguna obat-obatan terlarang cenderung bersikap implusif, termasuk mengakhiri hidup.

Dukungan emosional

Orang yang tengah mengalami depresi memunculkan tanda-tanda yang bisa dicermati oleh lingkungan terdekat. Di titik inilah dibutuhkan kecermatan untuk mengamati perubahan yang dilakukan oleh mereka yang mengalami depresi.

“Biasanya mereka nampak menjadi orang yang pemurung dan menarik diri dari pergaulan. Mungkin dalam kehidupan sehari-hari mereka suka ngobrol tetapi ini cenderung diam. Mereka cenderung sedih dan nggak punya energi untuk melakukan hobi-hobinya,” tutur dokter yang juga menjalani praktik di RSUD Dr. Soetomo.

Namun, ada pula tanda-tanda depresi yang tak ditampakkan kepada orang-orang terdekat. Mereka inilah yang justru diwaspadai karena bisa saja orang terdekat tak sadar dengan perubahan yang muncul pada orang yang mengalami depresi.

Pada gejala-gejala yang tidak nampak, mereka bisa saja tampak normal ketika bersosialisasi. Namun, ketika mereka sudah tiba di rumah, mereka lantas melampiaskan rasa depresinya dengan menangis dan cara-cara lain.

Menanggapi hal tersebut, dokter Sita mengatakan bahwa orang-orang terdekat (supporting system) memiliki peran penting untuk mengurangi tekanan batin orang-orang yang mengalami depresi.

“Mereka (orang-orang yang depresi) bisa diajak berkomunikasi. Tanyalah apa masalahnya. Jika mereka yang mengalami depresi itu orangnya tertutup, tetap dampingi mereka. Beri mereka semangat dan dukungan emosional,” ungkap dokter spesialis  lulusan FK UNAIR.

Dokter Sita juga menyarankan agar masyarakat tak lantas memberi stigma “sakit jiwa” kepada orang-orang yang mengalami depresi. Stigma tersebut, katanya, justru membuat mereka kian tertekan.

“Jangan beri stigma. Kita harus memberikan pertolongan. Jika memang kita tidak bisa memberi support, yakinkanlah bahwa dia tidak sendiri,” imbuhnya.

Spiritualitas

Tak jarang komentar miring dilontarkan oleh warga awam ketika mendengar kisah orang depresi yang mengakhiri hidupnya. Salah satu komentar yang sering ditemui adalah rendahnya tingkat spiritualitas.

Menanggapi hal tersebut, pengajar yang pernah meneliti tentang “Hubungan Antara Kepatuhan Minum Obat dan Kualitas Tidur Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya” mengatakan, spiritualitas menjadi salah satu faktor penentu emosional.

“Saya pernah memiliki pasien yang memiliki spiritualitas tinggi tetapi mereka juga mengalami depresi. Ada juga yang spiritualitasnya biasa-biasa saja tetapi tidak sampai mengalami depresi. Faktor spiritualitas terkadang membantu orang untuk tidak jadi bunuh diri tetapi mereka berhasil mendapatkan dukungan emosional dari keluarga dan sekitarnya,” tuturnya.

Meski ia tak menyampaikan jumlah pasti kasus depresi di Surabaya, namun dokter Sita dan rekan-rekan sejawatnya tak pernah sepi menerima pasien dengan kasus serupa di RSUD Dr. Soetomo.

Sumber : http://news.unair.ac.id/2017/07/21/dukungan-emosional-diperlukan-untuk-atasi-depresi/

Fakultas Universitas Airlangga

  1. Fakultas Kedokteran
  2. Fakultas Kedokteran Gigi
  3. Fakultas Hukum
  4. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
  5. Fakultas Farmasi
  6. Fakultas Kedokteran Hewan
  7. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
  8. Fakultas Sains dan Teknologi
  9. Fakultas Kesehatan Masyarakat
  10. Fakultas Psikologi
  11. Fakultas Ilmu Budaya
  12. Fakultas Keperawatan
  13. Fakultas Perikanan dan Kelautan
  14. Fakultas Vokasi
  15. Sekolah Pasca Sarjana

Cari Artikel yang Sesuai dengan Penelitian Anda di :

http://repository.unair.ac.id/

Cermat Gunakan Antibiotik Hindari Resistensi Bakteri

 

Ibarat lampu signal, demam bisa menjadi gejala penanda datangnya suatu penyakit. Dalam hal ini, bayi dan anak paling rentan mengalami demam. Kalau sudah begini, orang tua kerap panik menghadapinya . Yang sering terjadi, anak buru-buru dicekoki antibiotik. Padahal belum jelas apa penyakitnya.

Karena demam masih dianggap sebagai indikasi, tentu saja tidak bisa dengan cepat dokter memastikan penyakit apa yang menyertai gejala demam tersebut. Perlu dilakukan pengalamatan selama beberapa hari untuk memastikan apakah demam itu disebabkan karena infeksi virus atau bakteri. Sayangnya, masyarakat seringkali memanfaatkan antibiotik sebelum diketahui jelas apa penyebab demamnya. Padahal secara substansi, antibiotik hanya boleh dikonsumsi oleh penderita yang terbukti mengalami infeksi bakteri saja, bukan virus.

Di masyarakat, obat antibiotik kerap dipercaya ‘tokcer’ menyembuhkan berbagai penyakit, namun hal itu tidak diimbangi dengan pemahaman tentang bagaimana mengonsumsi antibiotik secara tepat dan benar. Hal itu disayangkan Dokter Spesialis Anak RSUD Dr. Soetomo Dr. Irwanto, dr., Sp.A(K). Menurutnya, tidak semua penyakit perlu diatasi dengan menggunakan antibiotik.

“Saya selalu menekankan kepada pasien agar sabar menunggu. Perlu pengamatan sampai dua hari berikutnya. Sementara menunggu, kita bisa berikan obat penurun panas biasa. Jika selama dua hari kondisi tidak juga membaik, baru kemudian diberikan pengobatan yang lebih spesifik,” jelasnya.

Selain harus tepat sasaran, konsumsi antibiotik juga sebaiknya tidak berlebihan. Pemakaian antibiotik secara berlebihan justru dapat membunuh kuman baik di dalam tubuh. Selain itu, pemberian antibiotik yang berlebihan akan menyebabkan bakteri-bakteri yang tidak terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman “superbugs” yang kebal terhadap antibiotik.

Bakteri yang awalnya dapat diobati dengan mudah menggunakan jenis antibiotik ringan akan bermutasi dan menjadi kebal, sehingga kemudian membutuhkan jenis antibiotik yang lebih kuat untuk mengantisipasinya. Bila bakteri ini menyebar, suatu saat akan tercipta kondisi di mana tidak ada lagi jenis antibiotik yang dapat membunuh bakteri yang terus menerus bermutasi ini. Jika hal ini terjadi pada anak-anak maka dikhawatirkan akan mengalami gangguan organ tubuh, seperti gangguan saluran cerna, gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, gangguan sumsum tulang, gangguan darah dan sebagainya.

Infeksi bakteri atau virus?  

Indikasi yang tepat dan benar dalam pemberian antibiotik pada anak adalah bila infeksi tersebut disebabkan oleh bakteri. Beberapa penyakit yang memang membutuhkan pemberian antibiotik antara lain seperti radang tenggorokan, infeksi saluran kemih, tifus, TBC, dan abses atau luka bernanah pada bagian kulit dan tenggorokan.

Radang tenggorokan yang disebabkan infeksi kuman streptococcus pada umumnya menyerang anak berusia 7 tahun atau lebih. Pada anak usia 4 tahun hanya 15% yang mengalami radang tenggorokan karena kuman ini.

Penyakit lain yang membutuhkan pemberian antibiotik adalah infeksi saluran kemih. Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri pada saluran kemih biasanya dilakukan kultur darah atau urine. Apabila dicurigai adanya infeksi saluran kemih, dilakukan pemeriksaan kultur urine. Setelah beberapa hari akan diketahui bila ada infeksi bakteri berikut jenis dan sensitivitasnya terhadap antibiotik.

Sementara penyakit pilek, panas dan batuk adalah gejala dari Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang disebabkan virus, sehingga tidak memerlukan antibiotik.

Sebagian besar kasus penyakit pada anak yang berobat jalan penyebabnya adalah virus. Dengan kata lain, seharusnya kemungkinan penggunaan antibiotik yang benar tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10 – 15% penderita anak.

Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk “self limiting disease” atau penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5-7 hari. Sebagian besar penyakit infeksi seperti diare, batuk, pilek dan panas penyebabnya adalah virus. Secara umum setiap anak akan mengalami 2 hingga 9 kali penyakit saluran napas karena virus.

Hindari Menyimpan Antibiotik di Rumah

Pemakaian antibiotik yang irasional dan berlebihan tanpa disertai dengan resep dokter adalah fenomena yang masih banyak ditemui di masyarakat. Ada pula kebiasaan menyimpan sisa obat yang mengandung antibiotik di rumah kemudian dipakai ulang. Masalah lain adalah keleluasaan masyarakat membeli antibiotik secara bebas di apotek.

Yang paling sulit dikendalikan itu kalau masyarakat masih leluasa membeli sendiri obat antibiotik di apotek, siapa yang melarang? Nggak ada,” kata Irwanto.

Kebiasaan menyimpan sisa obat antibiotik di rumah sebaiknya dihindari. Seharusnya tidak ada dosis obat yang tersisa. Antibiotik yang diresepkan sebaiknya dikonsumsi sampai habis untuk mencegah kembalinya infeksi yang berpotensi lebih parah dari yang awal.

Hal lain yang tak kalah penting adalah jangan sekali-kali memberikan antibiotik milik Anda kepada teman, keluarga, atau binatang peliharaan, karena setiap orang memiliki tingkat imunitas dan respon terhadap obat yang berbeda satu sama lain.

Antibiotik seharusnya dikonsumsi sesuai waktu yang telah ditentukan. Dokter akan memaparkan penjelasan kapan dan berapa kali obat tersebut harus dikonsumsi. Sebab hal itu berkaitan dengan kecepatan pertumbuhan bakteri. Jika pemakaiannya tidak sesuai waktu, bisa menyebabkan bakteri bertahan hidup dan menyebabkan infeksi berulang.

Perhatikan pula jam makan. Beberapa jenis antibiotik dilarang dikonsumsi bersamaan dengan makanan tertentu, sebagian lagi harus dikonsumsi di saat perut kosong, seperti amoxicillin yang harus dikonsumsi satu atau dua jam sebelum makan

Sumber : http://news.unair.ac.id/2015/12/31/cermat-gunakan-antibiotik-hindari-resistensi-bakteri/

Fakultas Universitas Airlangga

  1. Fakultas Kedokteran
  2. Fakultas Kedokteran Gigi
  3. Fakultas Hukum
  4. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
  5. Fakultas Farmasi
  6. Fakultas Kedokteran Hewan
  7. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
  8. Fakultas Sains dan Teknologi
  9. Fakultas Kesehatan Masyarakat
  10. Fakultas Psikologi
  11. Fakultas Ilmu Budaya
  12. Fakultas Keperawatan
  13. Fakultas Perikanan dan Kelautan
  14. Fakultas Vokasi
  15. Sekolah Pasca Sarjana

Cari Artikel yang Sesuai dengan Penelitian Anda di :

http://repository.unair.ac.id/